Waduh, UPT Dinas Kehutanan TTS Ikut Belanja Dalam Progam Hutan Tanaman Rakyat

Berita515 Dilihat

Ket Foto : Nampak  bronjong hasil pengadaan oleh UPT Dinas Kehutanan TTS di salah satu titik.

Laporan Reporter SUARA TTS.COM,Erik Sanu.

SUARA TTS.COM | SOE – UPT Dinas  Kehutanan Kabupten Timor Tengah Selatan (TTS),ikut berbelanja dalam  Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang bersumber dari DAK tahun 2022, meskipun seharusnya program tersebut dikelola secara swadaya oleh kelompok tani.

Pasalnya dalam program tersebut, ada kegiatan Konservasi Tanah dan Air (KTA) yang mana kelompok tani diminta untuk mengadakan kawat bronjong yang dipasangkan pada daerah-daerah aliran air,untuk mencegah longsor.

Namun kelompok tani malah tidak diberikan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan justru UPT Dinas Kehutanan lah yang melakukan pengadaan  kawat bronjong bagi 15 Kelompok tani.

Ketua kelompok tani Bersaudara, Seprianus Missa ketika dikonfirmasi wartawan di kediamannya di Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, Jumat (3/2/2023) mengakui jika Dana Alokasi Khusus (DAK) program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan total nilai Rp 165 juta.

Setelah pencairan,dana  3 juta  diserahkan ke UPT Dinas Kehutanan TTS, untuk biaya pendampingan dan pengawasan.

“Waktu itu Kepala UPT bilang dari total anggaran yang ada, 3 juta adalah dana pendampingan dan pengawasan, sehingga waktu kami cairkan uang, kami langsung serahkan  ke UPT Dinas Kehutanan,” papar Seprianus.

Total dana DAK itu, dicairkan sebanyak tiga tahap untuk pembiayaan HTR di Desa Kesetnana seluas 25 hektar, dengan total anakan yang ditanam sebanyak 13.000 anakan, dari target 12.500 dengan jarak tanam 4×5.

Anakan pohon yang ditanam berupa Jati putih, Mahoni, Alpukat, Pinang, Siri dan anakan pohon kelor. Anakan tersebut ditanami oleh kelompok pada lahan masing-masing. Karena program itu adalah HTR, maka harus ditanam di luar kawasan hutan, atau ditanami pada lahan milik masyarakat.

“kami kelompok  yang semaikan sendiri. Anakan itu kami sudah tanam pada bulan Desember lalu,” katanya.

Selain program HTR, diwaktu yang bersamaan dilaksanakan program Konservasi Tanah dan Air (KTA). Program tersebut kelompok tani diminta untuk mengadakan kawat bronjong yang  dipasang pada daerah-daerah aliran air, guna mencegah longsor.

Di kelompok tani Bersaudara di Desa Kesetnana, memperoleh jatah 5 titik dengan total kawat bronjong yang dibutuhkan sebanyak 30 buah. Kawat bronjong yang dianggarkan per kotak Rp 500 ribu, namun ketika pihaknya menanyakan harga pasaran, rupanya kawat bronjong yang dimaksudkan Rp 560 ribu. Karena harga yang ditetapkan tidak sesuai dengan harga pasar, maka pengadaan kawat bronjong kemudian diadakan oleh UPT Dinas Kehutanan TTS.

“Kami punya lima titik itu butuh 30 kotak bronjong, sehingga uang yang diserahkan ke UPT Dinas Kehutanan Rp 15 juta.  Sedangkan biaya pekerjaan dan pengadaan bahan lokal seperti batu, kami yang siapkan. Tapi kami tidak dikasi lihat RAB. Pokoknya kami disuruh kerja apa, kami ikut saja karena kami tidak lihat RAB,kami hanya tau tanda tangan”, jelasnya.

Selain Seprianus Missa, Ketua Kelompok tani Adika, Zakarias Jhon Mella mengungkapkan hal yang sama.

Ia mengaku untuk kegiatan KTA, pihaknya tidak tau karna tidak pernah diberikan RAB. Uang diserahkan kepada UPT Dinas Kehutanan untuk berbelanja.

“Kalau soal anakan kami sudah tanam, tapi kalau bronjong itu saya tidak tau karna UPT Dinas yang belanja”, ujarnya.

Informasi yang dihimpun media ini, kawat bronjong yang dipakai diduga tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga di beberapa titik sudah mengalami kerusakan. Selain itu ukuran bronjong juga  tidak sama.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala UPT Dinas Kehutanan belum berhasil dikonfirmasi.(Sys).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *