Ket foto Nampak Wakil Ketua DPRD TTS, Religius Usfunan saat sosialisasi Perda nomor 6 tahun 2015 tentang penyelenggaraan perlindungan anak di TTS bertempat di Gereja Bethania Oeue.
Laporan Reporter SUARA TTS. COM, Dion Kota
SUARA TTS. COM | SOE – Wakil Ketua DPRD TTS, Relygius Usfunan bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten TTS, Senin 2 April 2023 melakukan sosialisasi Perda nomor 6 tahun 2015 tentang penyelenggaraan perlindungan anak di TTS bertempat di Gereja Bethania Oeue. Sosialisasi tersebut diikuti oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, masyarakat dan juga pengurus gereja.
Perlindungan terhadap anak dikatakan Egi, tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga harus dilakukan oleh semua komponen termaksud pihak gereja.
“ Angka kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten TTS ini sangat tinggi. Oleh sebab itu, kita berharap pihak gereja bisa ikut berperan dalam melindungi anak-anak dari tindakan kekerasan,” pinta Relygius.
Pria yang akrab disapa Egi ini menegaskan, setiap anak berhak mendapatkan perlakukan yang sama dan dipenuhi setiap haknya. Setiap perbuatan pembulian tidak bisa dibenarkan karena setiap anak memiliki hak yang sama.
“ Jangan karena rambutnya keriting atau kulitnya hitam lalu ramai-ramai membulinya. Itu perbutan yang salah dan harus dihentikan. Setiap anak memiliki hak yang sama dan berhak diperlakukan sama,” tegasnya.Ket foto ; Nampak peserta saat mengikuti sosialisasi Perda perlindungan anak.
Dirinya berharap pemerintah desa bisa menghidupkan kembali lembaga adat di desa untuk membantu menekan dan mencegah terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak
“ lembaga adat harus dihidupkan kembali untuk membantu pemerintah dalam menekan mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan,” imbaunya.
Kabid PPA, Andy Kalumbang dalam materinya terkait UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT meminta masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menekan dan mencegah terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dalam tahun 2023, dari Januari hingga awal April, tercatat ada 35 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan di Dinas P3A.
Setelah menerima laporan tersebut lanjut Andy, pihaknya melakukan pendamping baik di tingkat proses hukum maupun untuk penangan medisnya.
“ Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini masih marak terjadi. Namun sebagian besar didiamkan atau diselesaikan secara kekeluargaan atau diselesaikan dengan denda adat. Padahal, untuk kasus kekerasan seksual wajib diproses hukum,” terang Andy
Dirinya meminta semua pihak, mulai dari Gereja, tokoh adat, pemerintah desa, tokoh pendidikan dan masyarakat untuk berpartisipasi bersama pemerintah menekan dan mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“ Semua komponen harus bekerja sama untuk menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ajaknya. (DK)
Editor : Erik Sanu.