[ad_1]
Jakarta, SUARATTS.COM —
Sebanyak 15 guru besar serta pengajar hukum tata negara (HTN) dan hukum administrasi negara mengkritik keras Ketua MK Anwar Usman atas putusan syarat pencalonan Capres-Cawapres di Mahkamah Konstitusi.
Mereka yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menyampaikan pandangan yang sama dalam sidang perdana dugaan pelanggaran etik hakim MK yang diadili oleh Majelis Kehormatan MK atau MKMK.
Para guru besar itu menilai Anwar Usman menilai melobi hakim konstitusi agar mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan itu disebut memberikan karpet merah untuk keponakannya yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk melenggang ke Pilpres 2024.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).
“Keterlibatan di sini dalam arti yang bersangkutan tidak mengundurkan diri untuk memeriksa dan memutus perkara dan juga terlibat aktif untuk melakukan lobi dan memuluskan lancarnya perkara ini agar dikabulkan oleh hakim yang lain,” kata Violla.
Violla menyampaikan konflik kepentingan itu telah dimulai sebelum perkara tersebut diputuskan. Dia pun mengungkit pernyataan Anwar Usman ketika mengisi kuliah umum di Universitas Sultan Agung Semarang pada 9 September 2023.
Saat itu, kata dia, Anwar Usman berbicara tentang substansi putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
Terkait itu, Violla menyebut 15 guru besar berpandangan Anwar Usman telah melanggar prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan integritas.
“Ini adalah yang dalam satu pandangan kami sangat fatal, apalagi dilakukan oleh seorang negarawan dan pucuk pimpinan dari lembaga MK,” ujarnya.
Dia mengatakan tindakan Anwar Usman melanggengkan abusive judicial review atau menggunakan cara-cara yang konstitusional melalui pengujian Undang-undang untuk mengabulkan satu kepentingan kelompok tertentu. Terutama perkara yang berkaitan dengan hubungan keluarganya sendiri.
Anwar Usman, kata dia, juga mempersilakan adanya penundukan terhadap MK yang menjadikan lembaga tersebut sebagai satu alat politik yang bisa digunakan oleh kekuasaan untuk meloloskan kepentingan tertentu.
“Di sini kami mendalilkan hakim terlapor melanggar prinsip ketidakberpihakan karena telah memberikan komentar secara terbuka tentang perkara yang ditangani terutama perkara tentang pengujian syarat usia menjadi capres dan cawapres,” jelas Violla.
Dia menyebut Anwar Usman juga melanggar Pasal 10 huruf f angka 3 terkait larangan bagi hakim konstitusi untuk mengeluarkan komentar terbuka di luar persidangan atas perkara yang akan dan sedang diperiksa.
Dalam petitumnya, CALS meminta MKMK memeriksa Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Kemudian, meminta MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman dari jabatan Ketua MK dan hakim konstitusi apabila terbukti melakukan pelanggaran berat.
Anwar Usman sendiri telah menjalani pemeriksaan di MKMK. Pada sidang perdana kemarin, Anwar diperiksa bersama dua hakim MK lainnya yakni Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengaku menemukan banyak masalah usai memeriksa tiga hakim konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat Capres-Cawapres pada Selasa (31/10).
“Banyak sekali masalah yang kami temukan, jadi dari tiga hakim ini saja muntahan masalahnya ternyata banyak sekali,” kata Jimly di gedung MK, Jakarta Pusat.\
Sementara itu Anwar Usman membantah telah melobi hakim konstitusi agar mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
“Bah! Ya kalau begitu putusannya masa begitu , oke?” kata Anwar usai menjalani sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di Gedung MK.
“Enggak ada itu, lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya belum? Ya sudah,” imbuhnya.
Anwar mengungkapkan alasan dirinya tak mengundurkan diri dalam memeriksa dan memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Menurutnya, MK merupakan pengadilan norma, sehingga dia tak perlu untuk mengundurkan diri.
“Oh tidak ada, ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta. Yang menentukan jabatan milik Allah yang maha kuasa,” tegasnya.
(yla/gil)
[Gambas:Video CNN]