[ad_1]
Jakarta, SUARATTS.COM —
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengaku sedih lantaran lembaganya disindir sebagai mahkamah keluarga usai mengabulkan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
“Kalau sampai ada komentar kayak begitu saya sedih dan saya mengatakan enggak. Enggak. MK ya Mahkamah Konstitusi. Dan kalaupun ada yang menganggap gitu saya sedih sekali,” kata Arief usai menjalani sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Arief yang telah berpengalaman sebagai hakim konstitusi selama 12 tahun, sindiran mahkamah keluarga merupakan hal yang menakutkan.
“Kalau ada komentar begitu saya sedih. Ngeri lah kalau bagi saya,” ujarnya.
Namun, Arief mengatakan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres tak memiliki kepentingan politik.
“Enggak, enggak, saya kira enggak ada,” ucapnya.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai putusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres merupakan mega-skandal mahkamah keluarga.
Hal itu disampaikan Denny selaku pelapor dalam sidang perdana dugaan pelanggaran etik hakim MK yang diadili oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MK hari ini.
“Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime, sehingga layak pelapor anggap sebagai mega-skandal mahkamah keluarga,” ujar Denny.
Denny menyebut mega-skandal mahkamah keluarga itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Pertama, Ketua MK Anwar Usman. Kedua, Presiden RI Joko Widodo dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
“Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI,” katanya.
(lna/fra)
[Gambas:Video CNN]