Example 728x250
Nasional

Bukan Lagi Global Warming, Sudah Global Boiling

1
×

Bukan Lagi Global Warming, Sudah Global Boiling

Sebarkan artikel ini

[ad_1]


Jakarta, SUARATTS.COM

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menilai bumi saat ini sedang dalam kondisi sakit lantaran sudah masuk ke era pendidihan global atau global boiling.

Hal ini disampaikan ketika membuka Pembukaan World Hydropower Congress Tahun 2023 di Bali, Selasa (31/10).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Semoga keindahan alam Bali dapat menginspirasi dan menghasilkan rekomendasi bagi bumi yang lebih lestari. Karena memang bumi kita tengah sakit, PBB menyebutkan saat ini bukan lagi global warming tetapi sudah masuk ke global boiling,” kata Jokowi dikutip dari siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Jokowi merinci jika suhu bumi mengalami kenaikan lebih dari 1,5 derajat celcius, bakal terdampak fatal ke kehidupan manusia. Kondisi itu, kata dia, diprediksi akan mengakibatkan 210 juta orang di seluruh dunia alami kekurangan air hingga 14 persen populasi akan terpapar gelombang panas.

Tak hanya itu, ia juga merinci kondisi demikian bisa akibatkan 290 juta rumah akan terendam banjir pesisir dan 600 juta orang alami malnutrisi akibat gagal panen.

“Dan ini adalah ancaman nyata bagi kita semuanya,” kata dia.

Melihat persoalan itu, Jokowi memastikan Indonesia berkomitmen mempercepat transisi energi. Ia menargetkan menambah energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar.

“Indonesia berkomitmen penuh mempercepat transisi energi melalui penambahan EBT (Energi Baru Terbarukan) dalam skala besar karena Indonesia kaya (akan) potensi energi hijau. Dan, berdasarkan perhitungan diperkirakan mencapai 3.600 Gigawatt, baik dari matahari, dari angin, dari panas bumi, dari arus laut, dari ombak, dari bioenergi, dan juga dari hydropower,” tutur Jokowi.

Dia memaparkan terkait potensi hydro, Indonesia memiliki lebih dari 4.400 sungai yang potensial dan 128 di antaranya adalah sungai besar dengan potensi belasan hingga puluhan ribu megawatt.

“Seperti Sungai Mamberamo yang memiliki potensi 24.000 Megawatt, (keberadaan) Sungai Mamberamo ini di Papua. Kemudian Sungai Kayan, memiliki potensi 13.000 Megawatt, (keberadaannya) ini di Kalimantan Utara yang nantinya akan digunakan sebagai sumber listrik untuk Green Industrial Park di Kalimantan,” kata Jokowi.

Pada kesempatan itu, Jokowi tak memungkiri tantangan dalam pengembangan hydropower di Indonesia.

“Salah satunya terkait lokasi sumber hydropower yang posisinya jauh dari pusat kebutuhan listrik. Sehingga pemerintah Indonesia telah membuat blue print percepatan jalur transmisi yang menyambungkan listrik dari lokasi hydropower menuju pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pertumbuhan industri,” kata dia.

Tantangan lainnnya, ujar Jokowi, adalah pendanaan dan alih teknologi.

“Ini membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan membutuhkan kolaborasi dengan seluruh kekuatan ekosistem hidro di dunia,” kata dia.

Jokowi pun berharap World Hydropower Congress dapat menjadi forum kolaborasi yang menghasilkan rekomendasi kebijakan dan meningkatkan investasi untuk pemanfaatan energi air bagi ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Di satu sisi, CNNIndonesia.com pernah memberitakan, merujuk pada target Kebijakan Energi Nasional (KEN), Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan target  bauran energi terbarukan (EBT) hanya sebesar 31 persen sampai 2050. Sementara, komposisi energi batu bara sebesar 25 persen, minyak bumi 20 persen, dan gas sebesar 24 persen. Dengan demikian, energi fosil masih menjadi andalan dengan porsi 69 persen.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto pada 2022 lalu mengatakan salah satu peran Indonesia di global adalah ambil bagian dari Paris Agreement, di mana pemerintah menyanggupi transisi energi menuju EBT dengan target 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.

Menurut laporan International Institute for Sustainable Development (IISD), salah satu faktor yang membuat transisi EBT Indonesia lambat adalah minimnya investasi. IISD mencatat Indonesia hanya menggelontorkan investasi US$1,51 miliar atau sekitar Rp21,69 triliun (kurs Rp14.365 per dolar) untuk pengembangan EBT pada 2021.

Angka tersebut hanya 20 persen dari total investasi yang dibutuhkan setiap tahun sejak 2021-2025. Oleh karena itu, pakar IISD mendesak Indonesia untuk lebih mempermudah mobilisasi investasi swasta dalam pengembangan EBT.

(rzr/kid)

[Gambas:Video CNN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: jangan klik kanan ya...